Tentang-Roadmap-Pendidikan-Indonesia-Rektor-UPI-Sangat-Urgen-tapi-Perlu-Komprehensif

Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Solehuddin mengatakan roadmap pendidikan yang dirumuskan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Indonesia harus memiliki premis yang jelas.

Roadmap pendidikan sangat mendesak, tetapi harus dilaksanakan secara komprehensif dalam kerangka yang jelas dan terukur

, kata Solehuddin dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (25/ Februari 2021).

Saat ini, roadmap pendidikan, khususnya untuk pendidikan sekolah, perlu diperjelas lagi.

“Inti dari transformasi pendidikan adalah meningkatkan kualitas sistem pembelajaran di sekolah, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pembelajaran siswa,” ujarnya.

Baca Juga: Atasi Jenuh Kuliah Online, Inovasi UPI Modus Transfer Tatap Muka

Premis roadmap itu, kata Solehuddin, belum tepat menekankan perubahan pendidikan.

Dapatkan informasi, inspirasi, dan wawasan di email Anda.
email pendaftaran

“Perlu juga diingat bahwa roadmap pendidikan harus memperhatikan seluruh komponen utama dalam sistem pembelajaran sehingga dapat membangun kualitas proses belajar siswa,” ujarnya.

Komponen tersebut meliputi kualitas penyelenggaraan lembaga pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan program pelatihan guru (PPG), kualitas kompetensi dan kinerja guru sebagai jabatan profesional, kurikulum sekolah yang bervariasi serta penilaian kompetensi siswa, penugasan. kinerja standar dan umpan balik.


Pendidikan harus membangun budaya literasi

Solehuddin mengatakan, salah satu fakta empiris pembuatan roadmap pendidikan adalah rendahnya kemampuan membaca dan berhitung siswa. Hal ini menciptakan jebakan bagi rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.

Baca juga: UPI Rekrut Calon Mahasiswa Melalui 5 Jalur Seleksi

“Artinya jebakan pendidikan yang buruk tidak dapat berubah secara signifikan jika keterampilan membaca dan berhitung tidak diperkuat,” katanya.

Solehuddin mencontohkan Elizabeth Pisani, peneliti berkebangsaan AS yang tinggal di Inggris. Ia telah banyak menulis tentang pendidikan di Indonesia.

Pada tahun 2013, Pisani memaparkan hasil analisis bahwa kemampuan matematika, sains, dan membaca anak Indonesia yang mengikuti International Student Assessment Program (PISA) sangat rendah dan mengalami penurunan sejak tahun 2009.

Namun, 95 persen siswa Indonesia mengatakan mereka bahagia di sekolah. Jumlah itu jauh lebih tinggi dibandingkan anak-anak di China (85 persen) dan Korea Selatan (60 persen).

Baca juga: Turnamen E-Sports Liga Pelajar, Tim UPI-1 Terbaik Jawa Barat

Untuk betah di sekolah, anak Indonesia tidak harus bekerja keras, gigih dalam belajar, dan berprestasi. Pelajar Indonesia tidak menyadari bahwa pendidikannya sedang mengalami proses pendangkalan intelektual.

Dikhawatirkan lanau mental membuat anak kerdil jika tidak ditangani dengan penanganan yang tepat dan berorientasi pada kualitas.

Selain itu, kata Solehuddin, kurikulum 2013 dan pemberlakuan wajib belajar dua belas tahun merupakan dua pedoman yang terlalu umum dan tidak ada kaitannya dengan peningkatan kemampuan literasi, matematika, sains, dan membaca.

“Pada 2018, posisi Indonesia di PISA masuk dalam ‘Administrator’ dari 67 negara peserta atau di bawah rata-rata 2009,” ujarnya.

Baca juga: Dies ke-66 UPI: Lebih banyak prestasi dan inovasi UPI di masa pandemi

Rendahnya kemampuan membaca dan berhitung, kata Solehuddin, tidak datang dengan sendirinya, melainkan karena buruknya kualitas sistem pembelajaran.

Ketika kualitas pembelajaran menjadi yang utama, roadmap pendidikan harus mampu membangun sistem pembelajaran yang integral sebagai kerangka acuan transformasi pendidikan.

LIHAT JUGA :

https://voi.co.id/
https://4winmobile.com/
https://mesinmilenial.com/
https://ekosistem.co.id/
https://www.caramudahbelajarbahasainggris.net/
https://laelitm.com/
https://www.belajarbahasainggrisku.id/
https://www.chip.co.id/
https://pakdosen.co.id/
https://duniapendidikan.co.id/

By Kiyay