Jurusan Administrasi Bisnis Unila dan LSSP Cendekia Gelar “Diksi” Bedah Marketing Politik

lampungkita.id – Jurusan Administrasi Bisnis Universitas Lampung (Unila) bersama Lingkar Studi Sosial Politik (LSSP) Cendekia menggelar kegiatan Diksi (Diskusi Berisi) dengan tema “Ngemas Janji, Menjual Harapan: Bedah Marketing Politik” di Gedung FISIP Unila. Sabtu (27/09/2025)

Diskusi yang berlangsung penuh antusias ini menghadirkan dua narasumber, yakni Dr. Arif Sugiono, S.Sos., M.Si, Wakil Dekan II Bidang Keuangan dan Umum FISIP Unila sekaligus dosen Administrasi Bisnis, serta Tiyas Apriza, S.I.P., M.I.P, Pengamat Politik dari Universitas Indonesia Mandiri.

Kegiatan ini dihadiri mahasiswa dari berbagai jurusan di FISIP Unila. Diskusi berlangsung interaktif, menggambarkan minat mahasiswa yang tinggi terhadap isu-isu politik dan strategi komunikasi di era demokrasi.

Dalam pemaparannya, Dr. Arif Sugiono menegaskan bahwa marketing politik memiliki peran dominan dalam kontestasi politik Indonesia. Menurutnya, praktik ini mulai berkembang pesat sejak pemilu pertama pascareformasi tahun 2004. Ia menyoroti bagaimana politisi memanfaatkan strategi marketing untuk meyakinkan pemilih, kerap kali dengan janji dan pemberian tertentu, yang justru membuat sebagian calon pemilih kehilangan rasionalitas dalam menentukan pilihan politiknya.

Sementara itu, pengamat politik Tiyas Apriza menekankan bahwa marketing politik harus dibedakan dengan marketing produk komersial. Jika marketing produk menjual barang, maka marketing politik berkaitan dengan ide, gagasan, dan visi yang ditawarkan seorang politisi. “Marketing politik tidak berhenti pada janji, tetapi bagaimana gagasan itu bisa diyakinkan kepada masyarakat hingga memengaruhi pilihan politiknya,” jelasnya.

Lebih lanjut, Tiyas menyampaikan bahwa langkah awal seorang politisi dalam marketing politik adalah menentukan posisi yang jelas, memiliki pembeda dengan kandidat lain, serta membangun branding yang kuat sehingga melahirkan brand integrity dan brand image. Ia juga menekankan pentingnya tiga modal utama dalam politik, yakni modal sosial, modal politik, dan modal ekonomi. Tiga modal ini dianggap mampu menarik perhatian baik pemilih rasional maupun pemilih pragmatis.

Diskusi semakin hidup ketika mahasiswa aktif mengajukan pertanyaan dan berdialog dengan narasumber. Antusiasme tersebut menunjukkan kesadaran kritis mahasiswa dalam menghadapi dinamika politik, khususnya menjelang kontestasi pemilu yang kerap sarat dengan strategi marketing.

Menutup acara, kedua pembicara berpesan agar mahasiswa tidak hanya aktif dalam forum akademik, tetapi juga berperan di organisasi. Hal ini penting sebagai bekal membangun pemikiran kritis dan memberi solusi atas dinamika politik maupun pemerintahan, baik di tingkat nasional maupun lokal.

Dengan berlangsungnya diskusi ini, diharapkan mahasiswa semakin memahami peran penting marketing politik sekaligus memiliki bekal untuk berkontribusi dalam menjaga kualitas demokrasi di Indonesia. (*)